Myanmar Sambutan Haru Relawan PKPU


Indonesia..Indonesia..dari Suara Pengungsi Myanmar

 
Dalam kunjungan ke pusat pengungsian Shi Te Ma Gyi di Kota Sittwe Negara Bagian Rakhine Relawan PKPU mendapat sambutan antusias dan penuh haru. Sejak memasuki jalan yang menghubungkan jalan utama ke area pengungsian tampak kerumunan menanti kedatangan kami. Bersama rombongan siang itu relawan PKPU bersama Menteri Konstruksi dan Kehutanan. Ketika memasuki areal pengungsian sejumlah orang mulai mengiringi deretan mobil yang bergerak menuju tempat penyambutan. Anak-anak berlari kecil mengiringi. Sementara orang dewasa mulai spontan mengalihkan aktifitas di setiap tenda bergegas mendekati kami.

Indonesia..Indonesia..mereka tak henti-hentinya mengeluh-eluhkan kami seakan mengabaikan keberadaan rombongan menteri yang menyertai para relawan.  Kami turun dari mobil menyalami mereka. Dalam sekejap kerumunan itu membuat kami sulit untuk bergerak. Sesekali sang menteri mengeluarkan himbauan untuk membukakan jalan. Kami melambaikan tangan dari jauh bagi mereka yang hanya manatap dari samping tenda. Kami melangkah ke tempat diskusi namun kerumunan ini tak mungkin begitu saja diabaikan yang kian menumpuk. Dengan bahasa isyarat kami menyapa, senyum, melambai-lambaikan tangan semua selalu dibalas dengan hal yang lebih responsif.

When did you come from Indonesia? Ditengah kerumunan anak-anak yang berkumpul dengan kami dari arah kiri menyapa. Seorang pemuda 30 an tahun tanpa mengenakan baju. Berkulit agak gelap dan atletis Ia hanya mengikatkan sarung di pinggangnya. Tidak perlu membayangkan sarung sebagaimana di Indonesia. Kami pun menjawab..A few days ago. Ada juga yang bisa berbahasa Inggris ya..Waktu sudah makin sore sementara sang menteri menunggu untuk diskusi dengan kami. Kami mendekati sang menteri yang telah lebih dulu duduk menunggu kedatangan kami.  Ketika dialog berlangsung kerumunan itu tetap mengiringi. Seorang yang sudah tua memegang sebatang kayu agak panjang dengan berteriak keras menghalau kerumunan mendekat dan memerintahkan untuk menjauh. Mungkin maksudnya baik agar diskusi  bisa berjalan baik tidak ada kegaduhan. Namun diantara mereka ada yang melawan dan tak pelak keributanpun tak terhindarkan. Hal yang sama mengingatkan kami akan pengungsian Somalia di Gharissa Kenya setahun sebelumnya.

Ditengah diskusi seorang ibu menyodorkan gelas dan teko air. Sepiring susu asem kental ditawarkan agar segera menikmati hidangan itu. Kami mengangguk dan sang menteri pun demikian. Rupanya tidak puas melihat respon kami ia kemudian langsung menyodorkan lagi piring susu itu. Kami hanya ingin menyampaikan bahwa ditengah segala keterbatasan mereka tetap ingin memuliakan tamu dengan baik. Seakan menyampaikan pesan kedekatan dan hubungan persaudaraan.

Bocah Demam Terlantar Sampai Pengais Ranting

Seusai dialog kami berkesempatan keliling memasuki setiap kamp.. Seorang anak yang terbaring sakit demam. Dalam tenda kecil itu tidak ada alas pun yang menyertai kecuali bekas-bekas kain yang menjadi penghalang antara tanah atau lumpur dengan sang bocah. Tenda ukuran 2,5 m x 2,5 m ini sudah sangat kumuh. Beberapa titik terlihat sobek. Usia bocah ini belum genap 2 tahun. Memang di Sittwe tidak memiliki tenaga medis dan obat-obatan yang memadai bahkan di pusat kota sekalipun. “Kota Sittwe adalah ibukota Negara bagian yang di Indonesia setara kota kecamatan”. Oleh sang ibu untuk menenangkan bocah ini ia kemudian berinisiatif  menggunakan beras basah yang telah direndam dan ditempelkan diatas kepala sang bocah. Walau sering menggerakkan badannya dengan demam tinggi sang bocah tampak gelisah tapi sejenak ia bisa terlelap.

Kaki kami beranjak ke tenda lainnya. Beberapa orang berkumpul dengan tumpukan batang-batang rumput. Kami mendekat dan tampaknya beberapa wanita paruh baya menguliti batang-batang ranting kecil dan rumput . Diareal pengungsian ini jarang ditemukan pohon yang lebih dari 2 meter. Semua hamparan sawah, rumput liar dan pasir lumpur. Ranting dan rumput ini kemudian dijemur sampai kering dan menjadikan bahan bakar untuk memasak. Mereka harus menunggu 3-4 hari untuk bisa menggunakannya. Diperlukan kesabaran untuk memilah dan memisahkan isi dan kulit ranting ini, agar mudah kering dan menghasilkan bara api. Ada hampir 10 ribu jiwa dari 1660 KK menghuni pengungsian ini. Dan begitulah lazimnya keseharian mereka.

Dimanapun, Somalia, Palestina bahkan Sampai Sittwe. Ini bukan tentang penderitaan dan penindasan. Tuhan selalu punya cara untuk mengingatkan umatnya agar banyak bersyukur. Kita termasuk orang-orang yang beruntung selalu menyaksikan dan bersentuhan langsung sangat dekat mengambil pelajaran Allah SWT bagaimana memelihara rasa syukur dan meningkatkannya.

Laporan dari:
Sittwe Myanmar Medio Oktober 2012
M Kaimuddin - Relawan PKPU



Dokumentasi: