Esensi Ibadah Kurban

Ibadah kurban, berupa penyembelihan hewan uang dilakukan kaum Muslim tiap Idul Adha, mengandung makna yang sangat dalam. Itu bukan saja ungkapan syukur kepada Allah Swt atas segala nikmat-Nya, melainkan juga wujud kesediaan berbagi dan berkorban apa saja demi penghambaan diri kepada-Nya.


“Sesungguhnya Kami telah memberimu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang yang membenci kamu dialah yang binasa.” (QS. Al Kautsar: 1-3)

Dari segi maknanya saja, dapat diketahui, kurban – yang dalam bahasa Arab berarti dekat atau mendekati – dimaksudkan pula sebagai upaya mendekatkan diri (taqarrub) pada Allah Swt.

Asal usul ibadah kurban dalam Islam bermua dari peristiwa kurban Nabi Ibrahim as, bersama putranya Nabi Ismail as. Namun, usia ibadah kurban sendiri bisa dikatakan sama tuanya dengan sejarah umat manusia. Karena, ibadah kurban untuk pertama kalinya dilakukan oleh dua putera Nabi Adam as, Habil dan Qabil.

“Ceritakanlah kepada mereka kisah dua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurbanmaka, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil)”Aku pasti membunuhmu.”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al-Maidah: 27)

Melalui perintah kurban, Islam menanamkan atau mengajarkan umatnya agar berjiwa rela berkurban apa saja  demi baktinya pada Allah Swt. Peristiwa pengurbanan Nabi Ibrahim a.s hanyalah sebagai gambaran bagaimana kurban harus dilakukan.

Pengurbanan Ibrahim mengajarkan pada kita, segala apa yang kita miliki (jiwa, raga, harta, anak, tahta, ilmu, keahlian dan sebagainya) adalah milik Allah Swt yang dititipkan pada kita sebagai amanah yang harus digunakan bukan saja bagi kemanfaatan diri sendiri tapi juga kemaslahatan sesama.

Ibadah kurban pada hakikatnya merupakan manifestasi kesadaran diri akan eksistensi hidup ini, di mana segala yang kita miliki merupakan milik Allah Swt yang harus rela dikurbankan jika Allah Swt menghendai atau memerintahkan.

Dengan demikian, harta dan segala yang kita miliki bukanlah tujuan, melainkan sebagai alat untuk ibadah kepada Allah Swt.

Sekali lagi, ibadah kurban merupakan manifestasi rasa syukur, upaya mendekatkan diri pada Allah Swt, dan manifestasi kesadaran bahwa segala yang kita miliki hanyalah titipan Allah Swt.

Pada akhirnya, katakana dengan kurban bakti kita pada Allah Swt, pada agama dan umat Islam, tidak hanya kurban domba atau sapi, tapi juga kurban pemikiran, tenaga, ilmu, bahkan mengorbankan kepentingan diri sendiri (egosentrisme) demi kepentingan bersama. Ibadah kurban pun mengandung ajaran kepedulian kepada sesama dan semangat berbagi. Wallahu’alam.



Sumber: Giving Insight Edisi 2 September Oktober 2012 – Komunikami page 4